Tentang Wanita Sejauh yang Aku Tahu (Part 2)

Baiklah, saatnya melanjutkan tulisanku yang satu ini. Sudah lama sekali semenjak yang part 1, apa kalian sudah membacanya? Melanjutkan yang kemarin, kali ini aku akan melanjutkan untuk lagi-lagi menulis tentang wanita yang terinspirasi dari masalah seorang sahabatku, seperti yang aku katakan pada postingan sebelumnya.

Aku mempunyai satu orang sahabat yang sering banget datang untuk curhat denganku tentang pacarnya yang sulit sekali untuk dia hadapi. Terkadang dia bertanya solusi, terkadang dia merasa tidak tahan lagi dan ingin mengakhiri, terkadang dia hanya datang dengan pandangan kosongnya karena tidak tahu harus berbuat apa lagi untuk menghadapi sang wanitanya. Intinya sebenarnya cuma satu, sang wanita yang dihadapinya terlalu kekanak-kanakan.


Aku kemudian bertanya dalam hati, apakah sifat kenakan-kanakan itu memang wajar ada di dalam diri seorang wanita. Melihat kenyataan, hemm—tidak, tidak, sebelum ke dunia nyata aku ingin ke dunia anime dulu. Untuk para penggemar anime atau setidaknya bagi kalian yang pernah menonton anime tentunya tahu beberapa tokoh anime wanita yang mempunyai sifat kekanak-kanakan namun menjadi tokoh wanita yang paling populer. Contoh jelas itu seperti Menma dalam anime Anohana, sifat kekanak-kanakan yang penuh ketulusan miliknya membuat dia ditaksir oleh 2 orang dari 3 teman laki-laki dekatnya. Dalam dunia nyata, dulu waktu SMA aku mempunyai seorang teman sekelas yang sifatnya kekanak-kanakan banget, dan lumayan banyak juga yang naksir. Tapi aku kira bukan karena sifat kekanak-kanakannya, tapi karena wajahnya memang cantik sih, aku akui. Sedangkan ada satu lagi dengan wajah yang biasa aja, aku tidak melihat ada laki-laki serius yang mendekatinya, em mungkin memang tidak ada yang mendekatinya.

Jadi, kekanak-kanakan itu apa ya? Menurutku sih kekanak-kanakan itu ya belum dewasa. Lantas dewasa itu apa ya? Menurut kamus besar bahasa Indonesia, dewasa adalah cukup umur; akil balig; telah mencapai kematangan pikiran, pandangan dan sebagainya. Di sini aku hanya akan menggaris bawahi mencapai kematangan pikiran, karena sekarang kita bukannya sedang membahas tentang tata cara mandi wajib. Kematangan pikiran itu apa? Apa sebuah pikiran yang dikukus pada suhu 373 K dan pada tekanan 1 atm? Bisa jadi sih, tapi bukaaan…

Sejauh yang aku tahu, kematangan pikiran adalah saat di mana pikiran itu sudah benar-benar tahu yang mana yang baik dan yang mana yang buruk, dan juga tahu bagaimana menyikapi sesuatu dengan bijaksana.

Tapi menurutku kedewasaan tidak cukup hanya dengan kematangan pikiran, tapi juga dibarengin dengan kematangan-kematangan yang lain, seperti kematangan emosi. Apa itu? Kematangan emosi itu—apa yok? Menurutku sih, kematangan emosi itu adalah saat di mana seseorang sudah bisa benar-benar menguasai emosinya. Dia bisa tetap mengendalikan diri secara profesional meskipun sedang marah, galau, senang, atau apa pun itu bentuk emosi yang meluap. Pintar menarik nafas kemudian memikirkan tindakan yang akan dilakukan tanpa ada mengikutkan unsur hawa nafsu di sana. Bagi yang tidak mengerti dengan istilah hawa nafsu ini, dalam islam, hawa nafsu itu kan biasa diartikan sebagai nafsu manusia yang mengarah kepada yang buruk-buruk dan membawa kerugian.

Jadi, kekanak-kanakan itu apa? Silakan kalian simpulkan sendiri. Sekarang beralih bagaimana cara menghadapinya? Kalian tahu saran apa yang biasanya aku berikan kepada sahabatku itu setiap dia cerita kepadaku tentang wanita, hanya satu kata, “Sabar”. Sanking bingungnya juga aku, jadi hanya bisa mengucapkan satu kata itu. Tapi pasti ada solusi lebih baik dari itu kan? Aku selalu berpikir begitu. Karena berdasarkan pengalamanku juga, saat menghadapi wanita yang seperti itu, aku hanya bisa ‘sabar’. Miris banget para lelaki kalau terus-terusan begini, pikirku.

Sekarang kita lihat, apa yang bisa dirubah dari semua ini. Sikap sang wanita? Kalian pernah mencoba merubah seseorang dari sifatnya? Aku pernah. Kalian tau apa yang terjadi? Dia jadi terlihat seperti orang gila. Aku biasa sih menyebut fenomena itu dengan istilah ‘human brain error’ dan biasanya geli sendiri kalau melihatnya (*jahat banget XD). Tapi serius, itu lucu. Seseorang yang coba untuk kita ubah itu akan berusaha dengan keras meninggalkan salah satu bagian dari dirinya. Jadi seolah mereka itu pengen congkel matanya sendiri, terkadang berani, terkadang mundur karena gak sanggup congkel matanya sendiri, kadang berpikir untuk meminta orang mencongkelkan matanya tapi tetap aja dia gak sanggup. Aku tidak mengatakan bahwa mustahil untuk merubah sifat seseorang, tidak, tidak kok, asal telaten aja sih bisa menurutku. Tapi ada istilah kan ‘kesabaran manusia itu ada batasnya’. Nah, batasannya di situ. Jadi gimana dong?

Setelah aku memikirkan semuanya secara seksama, aku akhirnya menemukan solusinya. Begini, sebuah sifat itu ada karena dibentuk, setuju? Bagaimana dengan merubahnya? Sifat sama saja dengan pemikiran manusia bahwa dia benar. Bagaimana itu? Apa kalian pernah merasa benar kemudian disalahkan? Apa reaksi kalian? Dalam diri dan pemikiran kalian pasti akan mengalami gejolak penolakan. Begitupun sifat, jika ingin diubah maka secara otomatis di dalam diri itu seperti terjadi gejolak penolakan tanpa disadari. Pernah merasa gak? Nanti kalian coba sendiri deh, merubah salah satu sifat… em, sifat baik kalian aja biar enak. Reaksi penolakan dalam diri manusia itu wajar. Terkadang sulit banget untuk mengendalikannya. Itu yang membuat merubah sifat itu rasanya mustahil. Jalan satu-satunya memanipulasi sifat adalah dengan membentuk sifat yang baru agar menutupi sifat yang ingin dihilangkan. Dalam hal ini kekanak-kanakan, berarti kita harus menumbuhkan sifat dewasa di dalam dirinya.

Sederhana yah? Tidak, menumbuhkan sifat itu tidak mudah dilakukan kepada seseorang yang di dalam dirinya terbentuk semacam tameng teori pembelaan diri. Menumbuhkan sifat akan mudah kalau dilakukan kepada anak kecil polos yang gak tahu apa-apa.

Secara pandanganku pribadi, sifat kekanak-kanakan tidak sepenuhnya buruk karena di dalam sifat itu juga terkandung ketulusan dan kemurnian hati. Itulah yang membuatku menjauhkan pikiran untuk menghilangkan sifat kekanak-kanakan dari diri seseorang.

Oh iya, btw tulisan ini sudah melenceng dari judul. Kembali kepada wanita. Ehem. Dulu aku berpikir bahwa wanita dengan sifat kekanak-kanakan itu benar-benar menyebalkan, dengan semua tindakan mereka yang bikin kesal dan memuakkan serta menumbuhkan rasanya frustasi di dalam diri. Tapi setelah memenuhi kepala dengan beberapa teori ini, aku jadi berpikir wajarlah seorang wanita itu bersifat menyebalkan, karena para pria juga sama menyebalkannya. Ini semua hanya bentuk kesalahpahaman antar gender yang sudah membudaya banget. Intinya sih pengertian di kedua belah pihak. Pembicaraan yang tenang dengan penuh akal sehat aku yakin akan menyelesaikan segala masalah yang dihadapi. Tapi salah satu yang membuat suatu hubungan antara pria dan wanita itu seru, kan masalah-masalah seperti itu? Haha Nikmatin aja.

Ok, mungkin itu aja pemikiran yang aku bisa sampaikan tentang wanita sejauh yang aku tahu. Silakan dicoba sendiri, khusus para pria di luar sana yang kebingungan menghadapi wanitanya. Tapi setiap orang punya caranya masing-masing, dan ini hanyalah caraku. Tidak menutup kemungkinan kalian punya jurus-jurus jitu yang lebih baik untuk hadapi wanita. Khusus untuk para wanita yang membaca ini dan merasa masih punya sifat kekanak-kanakan di dalam diri, sebaiknya jangan jadikan sifat kekanak-kanakan itu menjadi hal yang menyulitkan untuk orang  lain. Hehe Kasian tuh orang lainnya, contohnya seperti sahabatku itu. Juga untuk para pria harap lebih sabar dalam menghadapi setiap wanita yang kalian miliki.

Maaf jika saya ada salah kata dalam penulisan postingan ini. Saya mohon maaf yang sebesar-besarnya. Terima kasih karena sudah membaca blog saya.
Cheerio!!!


Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Tentang Wanita Sejauh yang Aku Tahu (Part 2)"

Posting Komentar