Para Pahlawan Tanpa Tanda Jasa

Selamat hari guru, semua!!
Hari ini banyak sekali dari temen-temen kampus yang mengeluhkan mengapa tidak ada 'Hari Dosen', jadi bisa merasakan libur juga seperti yang dilakukan semua sekolah negeri hari ini. hehe

Aku juga penasaran soal itu, apa ada hari dosen nasional ya?

Untuk spesial hari guru nasional, hari ini aku akan menulis beberapa pengalamanku bersama para guru-guru terbaik yang pernah mengajariku mulai dari aku SD hingga lulus SMA.

Baiklah, pertama dari masa SD dulu. Waktu SD, aku sebenarnya memiliki 3 SD yang berbeda. Ya, jadi aku sudah pindah sekolah semasa SD sebanyak 3 kali. Dan SD pertamaku adalah sebuah SD kecil di daerah pesisir utara Kalimantan Timur, tepatnya di daerah Tanjung Mangkaliat. Aku masih bisa mengingat dengan jelas hari pertama aku masuk SD. Saat itu aku diantarkan oleh ayahku, karena kebetulan jarak sekolah dan rumahku mencapai 8 km. Waktu itu aku tidak sendiri yang dari kampung yang sama, aku juga bersama  6 orang anak lainnya. Kami selalu berangkat bersama, biasanya ayahku yang membawa mobilnya. Tapi pernah satu hari aku kesiangan dan ayahku sudah berangkat kerja, aku terpaksa harus ikut truk pengangkut kayu untuk pergi ke sekolah. hehe Karena dulu kempungku adalah penghasil kayu jati.


Di sekolah kecil pertamaku di daerah kecamatan Sandaran itulah aku bertemu dengan seorang guru wanita berdikasi tinggi. Jujur saja aku sudah lupa siapa namanya ibunya dan saat aku mencoba membuka arsip lamaku pun aku tidak menemukannya karena ternyata rapot SDku mulai ditulis saat aku kelas 3. Ibu inilah yang aku anggap sebagai guru sekolah terbaik pertamaku, mengajariku dari awal masuk SD hingga kelas 2. Hal yang bisa aku ingat dari ibunya adalah beliau mengenangakan kerudung panjang gitu dan suka sekali meludah keluar jendela. Dulu aku mau sempat mengikuti kebiasaan beliu, tapi gak bisa karena ternyata mulutku sering kering. hahaha *gak penting banget*

Cukup haru kalau mengingat bagaimana sekolahku di desa dulu. Sanking cukup terpencilnya desa kamu, bahkan ibunya sampai mengajari kamu bagaimana caranya hidup di kota. Ya, pelajaran cara hidup di kota juga merupakan salah satu pelajaran dasar yang diajarkan di SDku dulu. Aku juga jadi ingat dulu bagaimana aku begitu bodoh dalam matematika, khususnya pembagian. Dulu aku benar-benar membutuhkan waktu lama untuk bisa memahami konsep dasar dari pecahan. haha Sampai dulu dimarahin habis-habisan sama ortu gara-gara pernah mendapatkan nilai 0 di ujian pembagian karena kebetulan ayahku begitu memperhatikan kemampuan matematika anaknya dibandingkan mata pelajaran lain dan sekarang aku tahu mengapa matematika begitu penting. hehe

Hasil yang begitu memukul itu kemudian tidak membuat beliau (guruku) itu putus semangat, Beliau tetap gigih menanamkan konsep pembagian kepadaku. Entah mengapa aku begitu tidak jago pembagian, mungkin karena sering sendiri makanya aku dulu tidak begitu mengerti arti berbagi. Sanking gigihnya ibunya bahkan memberikan perumpaman-perumpamaan yang mudah aku pahami, yaitu kue bolu, karena kebetulan waktu kecil aku suka sekali kue bolu, ibuku sering membuatkan spesial untukku. Setelah proses yang panjang, akhirnya aku pun bisa mengerti dan nilaiku perlahan jadi membaik. Aku tidak bisa mengingat detail carita masa SDku dari kelas 1 sampai 2, tapi aku selalu ingat dengan jasa besar yang telah ibu itu berikan kepadaku.

Lanjut ke kelas 3, kali ini aku harus pindah ke SDN 008 Labuan Pinang kecamatan Sandaran yang lebih jauh mengingat SDku yang lama itu hanya sampai kelas 2 dan sekolahku yang baru ini letaknya 12 km dari rumahku. Jadi hitung-hitung tiap hari kami (aku dan 6 orang temanku) harus menempuh jarah 24 km hanya untuk sekolah. Waktu kelas 3 pun ayahku masih sering mengantarkan, tapi terkadang disaat ayahku sibuk, kami terpaksa berjalan kaki. Tapi ini bukanlah hal yang menyusahkan, kenapa? karena dulu SD kami letaknya tepat di pinggir pantai. Jadi kalau pun harus jalan kaki untuk pulang, pemandangan yang menemani kami adalah pemandangan pantai. Mengingat kampung kami juga masih sepi penduduk, jadi bisa kalian bayangkan tuh betapa murni dan bersihnya pantai di sana. :)

Oh iya, aku jadi terbawa suasana untuk nostalgia hehe. Mungkin lain kali aku akan menulis bagaimana kehidupan menyenangkanku semasa di kampung dulu. Sekarang kembali ke guru, em, di kelas 3 ini aku lagi-lagi bertemu dengan seorang guru wanita yang berdedikasi tinggi. Nah, kalau kali ini aku bisa ingat guru ibunya. hehe Karena beliau adalah yang menandatangani raporku, jadi aku masih bisa melihat namanya. Nama beliau adalah ibu Nurhayati. Sejauh yang bisa aku ingat, beliau itu orangnya berambut pendek, em, terus kulitnya putih bersih. Ya aku cuma bisa ingat itu. hehe Pokoknya ibunya dulu tuh cantik seingatku. Dan ibunya punya anak yang juga tidak kalah cantiknya, aku dulu dekat dengan anaknya itu. haha *modus*

Berbeda dengan SD pertamaku, di sekolah yang baru kami tidak lagi diajari bagaimana cara hidup di kota, tapi lebih menekankan kepada buruknya dari efek urbanisasi. Sangat berlawanan dengan ajaran sekolah sebelumnya dan materi ini bagus sekali untuk penduduk desa seperti kami. hehe

Ibu Nurhayati ini bisa dikatakan sangat berjasa di hidupku karena berhasil merubahku dari Andi yang begitu bodoh menjadi Andi yang lebih baik, bahkan aku berhasil merebut peringkat 2 di kelas setelah sebelumnya di dominasi kaum hawa. Ini adalah awal kebangkitanku di sekolah semenjak 3 tahun di SD. Tapi semua prestasi gemilang yang aku peroleh itu tidak berarti saat aku akhirnya pindah ke Samarinda.

Untuk guru-guru yang ada di Samarinda, sepertinya akan langsung aku singkat saja. Karena di Samarinda banyak sekali bertemu guru yang keren-keren, dan pastinya sulit jika harus menceritakannya satu per satu.

Mulai dari saat aku SD, setelah melakukan urbanisasi, aku pun akhirnya didaftarkan di SD Muhammadiyah 3 oleh orangtua-ku. Sebuah sekolah swasta yang letaknya tidak jauh dari rumahku. Padahal awalnya aku mau di masukkan di sekolah negeri, namun karena kelasnya sudah penuh, akhirnya jadi masuk sekolah swasta untuk pertama kali dan satu-satunya seumur hidup. hehe

Di SD yang lumayan terlihat masih muda itu aku bertemu dengan 3 orang guru keren yang menurutku berhasil menuntunku yang tersesat di kota. Perbedaan standar antara SD semasa di desa dan kota benar-benar membuatku harus berjuang mati-matian untuk bisa memiliki standar yang sama dengan orang kota. Beliau-beliau itu adalah pak Faisal, bu Ani, dan bu Yuli.

Pak Faisal adalah orang yang menurutku berhasil menghidupkan rasa ingin tahuku terhadap ilmu sains, kalau ibu Ani itu membangkitkan rasa ingin tahuku terhadap ilmu sosial dan sejarah, sedangkan bu Yuli menghidupkan rasa ingin tahuku terhadap ilmu bahasa dan juga mempengaruhi gaya tulisanku yang sekarang. Beliau bertiga ini adalah yang membuatku kembali aktif dan bersaing di Samarinda.

Guru-guru lainnya juga tidak kalah berjasanya, seperti pak Fatur, guru agamaku semasa SD yang penyabar banget, pak Mustafa, guru matematikaku, ibu Erna, guru kesenian yang memotivasi gambarku, dan ibu Inayah, guru yang sering nemanin aku ngobrol waktu di perpus, karena kebetulan ibunya juga merangkap tugas sebagai penjaga perpus. Kadang kalau ibunya sedang ada kelas, aku yang disuruh untuk jagain perpus. Banyak sekali dapat ilmu dari obrolan itu. hehe Karena waktu SD dulu jarang banget ke kantin, jadi sukanya nongkrong di perpus.

Beralih ke masa SMP. Aku melanjutkan sekolahku ke SMP Negeri 3 Samarinda. Sebenarnya masa SMP adalah salah satu masa keterpurukanku. haha Awal dari kehancuran nilai yang bertubi-tubi. Entah mengapa, mungkin karena pengaruh masa puber dan juga mataku yang mulai rabun kala itu dan malah jarang pakai kacamata. Nah, kalau SMP nih guru yang paling berkesan itu sewaktu kelas IX. Karena menurutku hanya pada saat kelas IX aku mulai serius kembali belajar. Kelas VII dan VIII lebih banyak aku habiskan di depan komputer.

Ada 3 guru yang berkesan untuku waktu kelas IX, beliau-beliau adalah bu Zul, bu Herti dan pak Pri.
miris deh melihat ini. tapi ini nyata. :/
Bu Herti adalah guru matematikaku waktu kelas 3 SMP dan pak Pri adalah guru bahasa Indonesia, kedua guru inilah yang banyak sekali memberikanku inspirasi semasa sebelum kelulusan SMP. Banyak kata-kata dari keduanya yang begitu membangun dan memotivasi, benar-benar pembekalan sebelum menginjakkan kaki di jenjang SMA. Bu Herti adalah orang yang sudah membuatku semangat kembali untuk belajar matematika semasa SMP, padahal sempat nyerah banget sama pelajaran itu karena melihat nilai kelas VII dan VII-ku yang ancur banget matematikanya. Kalau Pak Pri, beliau berjasa karena sudah menumbuhkan semangatku untuk menulis. Karena beliau pernah mengapresiasi satu karya cerpenku yang sampai sekarang menjadi karya yang berkesan banget untukku. Semenjak itu jadi semangat menulis cerita, meskipun sampai sekarang belum bisa menulis cerita dengan baik dari awal hingga akhir. hehe Sedangkan bu Zul adalah guru kesenian yang sudah berjasa menumbuhkan rasa percaya diri akan karya buatanku. Dulu beliau sering mendorongku untuk mengikuti lomba gitu, padahal aku sudah sering bilang sama beliau, "gambaran saya jelek, bu", tapi ibunya selalu saja mendorongku untuk ikut perlombaan, dan alhamdulillah hasilnya juga tidak terlalu buruk. Aku jadi lebih menghargai kemampuanku sekarang, berkat jasa beliau.

Terakhir adalah masa SMA! Di masa SMA ini banyak sekali guru yang memberi kesan untuk hidupku hingga saat ini. Kita mulai dari kelas X. Di kelas X ini, salah satu guru yang paling berkesan adalah bu Delisa. Bukan hanya karena ibunya mirip dengan ibuku, tapi juga karena beliau aku jadi banyak belajar hal baru di dunia seni. haha Salah satu yang unik aku lakukan semasa kelas X adalah membuat bubur kertas, padahal dari SD pengen banget buat dan ternyata alhamdulillah di SMA mendapatkan ilmunya. Juga tidak lupa ilmu membuat naskah yang kala itu aku perlukan untuk membuat komik dan ilmu melukis khususnya di atas kanvas. Untuk pertama kalinya aku berhasil membuat karya lukis di kanvas pertamaku dan itu berkat ibunya. hehe

bu Endah yang duduk di tengah. foto waktu acara wisuda SMAku kemaren.
Kemudian di kelas X tuh ada ibu Yuli. Kenapa? Karena beliau aku sekarang jadi cukup bisa ilmu ekonomi, bahkan sampai kuliah ini. Meskipun pada akhirnya aku memilih jurusan sains, tapi satu tahun diajarin ilmu ekonomi sama ibunya itu berkesan banget sampai sekarang.

Naik ke kelas XI, bertemu dengan bu Endah, guru kimia. Beliau adalah salah satu guru yang  membuatku akhirnya memutuskan untuk masuk jurusan Teknik Kimia. hehe Yang membuatku tertarik dengan jurusan teknik kimia adalah ketika ibunya membahas tentang reaktor nuklir, saat aku berpikir dalam hati, "ini menarik". Karena waktu kuliah juga bingung mau ke mana, akhirnya memilih untuk mempelajari itu. Beliau berhasil membuat pelajaran kimia menjadi tidak terlalu berat, khususnya materi asam-basa yang menghitung pH.

Saat di kelas XII, tidak ada yang begitu spesial sih. Tapi hal yang menarik adalah saat bertemu dengan pak Muktar, guru biologi yang banyak pengalaman. Kalau lihat bapaknya yang juga suka membawa fenomena di sekitar, membuatku jadi ingat dengan pak Faisal begitu. Meskipun sederhana, tapi ternyata banyak juga hal yang masih belum aku ketahui akhirnya jadi tahu setelah bertemu bapaknya. Suasanya belajar pun tidak menegangkan dan santai. Seru juga waktu bertemu dengan pak Muji, guru agama yang akhirnya menjadi kepala sekolah di SMA kami. Benar-benar guru paling kocak yang pernah aku temui. haha Dan terakhir di kelas XII, tidak lupa dengan pak Rus, guru bahasa Indonesiaku yang begitu banyak memberi petuah hidup. Seru sekali bisa mendengarkan pengalaman orang yang lebih tua, karena dengan begitu kita yang muda ini tidak akan mengulangi kesalahan yang mereka buat. Beliau diakhir pembelajaran lebih banyak cerita daripada mengajar, karena kebetulan materi juga sudah habis, ini menjadi hiburan tersendiri ketika bimbel waktu itu. Jadi ingat dulu aku juga pernah ketiduran waktu pelajaran bapaknya, tapi bapaknya membiarkan saja. hehe

Yap, demikian kisahku dengan guru-guru yang pernah mengajariku selama ini. Sempat terhenti saat menulis postingan ini karena aku banyak melupakan beberapa nama guru-guru legendaris. hehe Terpaksa harus membuka kembali arsip lama sekolah dan bertanya dengan teman-teman alumni untuk mencari namanya. Tapi seru juga sih, bisa sekalian bernostalgia bersama mereka, khususnya teman-teman SMP yang sekarang sudah mulai menjauh. Aku payah sekali dalam hal mengingat, tapi alhamdulillah kalau tentang jasa beliau-beliau di atas, aku tidak akan pernah lupa.

Kebanyakan dari kata-kata yang dilontarkan guru-guru yang aku tulis di atas, aku masih mengingatnya sampai sekarang. Seperti sudah membekas hingga saat ini. Contoh sederhananya seperti sampai sekarang aku masih mengingat pesan dari pak Faisal untuk mengawali minggu dengan baik jika ingin dapat yang baik pula, juga kata-kata bu Inayah tentang urutan memotong kuku dan hari yang baik untuk memotong kuku, aku masih melakukan semua saran mereka hingga saat ini.

Besarnya jasa guru di hidupku inilah yang terkadang membuatku begitu sensitif jika ada seseorang yang suka menjelek-jelekan guru. Karena walau sejahat apa pun seorang guru, setidaknya itu bisa dilupakan dengan semua jasa yang telah mereka berikan. Jadi tidak pantaslah seorang murid dengan apa pun alasannya jadi menjelekkan gurunya maupun tidak menghormatinya.

Sebaiknya aku sudahi saja. hehe Postingan ini telat banget aku post, padahal hari guru tanggal 25 kemaren, tapi yah~ lebih baik terlambat kan daripada tidak sama sekali? hehe

See you again!

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Para Pahlawan Tanpa Tanda Jasa"

Posting Komentar