Tingkat Kemampuan Memasak
Apa kalian bisa memasak? Kalau kalian bisa, sebaiknya berhenti membaca postingan ini, karena aku tidak ingin malu lebih jauh lagi. Hentikan rasa malu ini.. pergilaaah (ala sinetron tahun 2016 yang mungkin akan jauh lebih lebai ketimbang tahun 2015 atau mungkin tidak).
Ehem. Baiklah. Pada postingan ini aku mau berbagi cerita nih tentang pengalamanku di dunia masak memasak. Sebagai pengingat, sekarang usiaku sudah menginjak kepala 2 (kaya cerberos gitu, bedanya cuman 2. udah, gak usah dibayangin). Pada usia yang tergolong masih belia ini, aku masih belum memiliki kemampuan untuk berkutat di dapur. Ya, kalau cuman sekedar ngepel lantai dapur sih aku bisa, maksudnya sesuatu yang berhubungan dengan kompor, WAJAN, panci, spatula, dan kawan-kawan. Benar, itu adalah memasak. Aku mendefinisikan kemampuan memasak sebagai salah satu cara untuk menjadi pria yang lebih keren. Menurutku sih gitu, dengan dilengkapi kemampuan memasak, tingkat keren seorang pria bisa naik hingga angka yang tidak bisa aku sebutkan.
Demi meningkatkan status sosial di masyarakat, akhirnya aku pun memutuskan untuk belajar memasak juga atau setidaknya memiliki kemampuan untuk memasak beberapa masakan yang keren, contohnya mungkin kaya mie rebus goreng sambal setan kesurupan iblis, dari namanya aja kan udah keren banget. Namun dalam prosesnya, itu bukanlah sebuah perjalanan yang indah seperti kisah Romeo dan Juliet yang akhirnya tewas karena minum racun bareng (bego banget), tapi lebih kepada kisah penuh liku yang tidak menyenangkan.
Masakan pertama yang aku buat adalah mie bunuh diri. Tau kan apa itu? Kalau gak tau, cari tau sendiri deh (HAHA penasaran ya~ kapok!). Semasa SD di kampung dulu juga aku sering iseng-iseng gitu sih memasak apa yang bisa dimasak. Karena dulu suka banget saat bisa membuat api, rasanya ingin memanfaatkan itu, entah untuk membakar apapun yang bisa dibakar, maupun memasak apa pun yang bisa dimasak. Semuanya pun akhirnya aku masak, mulai dari tanah, rumput, daun... semuanya dimasak, bahkan rasanya pengen masak temenku juga waktu itu (kalau dia bersedia). Dari semua pengalaman gak jelas di masa SD itu membuatku belajar kalau memasak sembarangan ternyata bisa menimbulkan luka. Paling iseng adalah saat aku mencoba memasak plastik. Aku mencairkan plastik, kemudian menjadikannya rebusan untuk melihatnya tetap mencair. Bencana ketika plastik lelehku itu akhirnya meledak dan melukai tanganku sendiri yang hingga kini tidak bisa hilang bekasnya di tangan kananku. Makanya sekarang setiap melihat jari tangan kananku aku seperti melihat sebuah luka lama (mulai baper).
Jadi aku memasak biasanya dipengaruhi oleh apa yang aku saksikan di TV. Dulu semasa jaman SMP, saat masih nge-hits banget film Spider-Man 3 baru aja keluar, saat itu ada adegan yang Harry Osborn lagi masak bareng Mary Jane. Untuk kalian yang udah lupa sama scene-nya, coba liat di bawah ini aku ada dapet videonya.
Nah, di situ kan digambarkan bagaimana asiknya mereka memasak sambil mendengarkan musik sambil joget-joget gitu, membuatku berpikir, "Asik juga kayanya masak sambil dengerin musik terus joget-joget gitu". Dengan lugunya aku pun mencoba itu. Sambil mendengarkan lagu nelnelan (lagu degem) gak jelas, Waktu itu aku juga memasak telur dadar sama seperti scene di atas dan mencoba joget-joget juga sambil masak gitu. Alhasil telor dadarkanku malah gosong separuhnya gara-gara timing aku joget selisih dengan timing telor buat matang. -_-
Anime juga banyak mempengaruhiku dalam memasak, salah satu anime yang mempengaruhi banget adalah anime Cooking Master Boy. Kalian tau kan? Anime masak legendaris satu itu, yang bisa menjadi begitu lebai saat sesi penyicipan.
Saat aku masih SMA, anime ini pernah ditayangkan stasiun TV yang sekarang sudah entah di mana, Spacetoon. Tapi karena aku tidak bisa menyaksikan jadwal paginya, aku pun hanya bisa mengikuti jadwal tayangnya di tengah malam. Kebetulan saat SMA aku hampir selalu insomnia, jadi aku pun punya kesempatan untuk menyaksikannya.
Ada satu episode ketika itu si Mao (karakter utama di anime itu) sedang kompetisi masak mie gituh. Saat itu para juri menikmati mie buatan para peserta dengan wajah yang begitu menikmati sehingga aku terbawa lapar juga. Masakan yang aku masak juga tidak lain adalah mie, tapi yah mie instan, karena cuma itu kemampuanku (gak usah ngolok!).
JENG JENG JENG
Ternyata setelah selesai, lalu aku mencobanya, rasanya tidak seperti yang aku bisa bayangkan, ekspresi wajahku pun tidak bisa seperti wajah para juri di anime itu yang penuh kenikmatan gitu, aku memakan mie buatanku dengan wajah yang datar, sangat datar, bahkan datarnya mungkin bisa membentang dari timur sampai barat (apaan), padahal aku sudah memasaknya dengan gaya-gaya ala anime juga, padahal aku memasaknya sudah dengan penuh ekspektasi, padahal aku sudah mengikuti gaya Mao saat memasak. Mie yang aku buat malah kelebihan air karena terlalu banyak gaya sehingga rasanya hambar. -_-
Berlanjut ke kisah selanjutnya. Kalian tau, salah satu roti favoritku adalah bakpao. Aku suka banget sama bakpao. Kenapa? Karena bakpao itu makannya simple banget, tinggal hap. Lagian warnanya putih, tapi rasanya manis, kan keren! Aku selalu menikmati setiap gigitan ketika aku makan bakpao. Dulu sepulang sekolah sekolah di jaman SMA, biasanya aku menyempatkan diri untuk memakan bakpao dari lele-lele yang make rombong dengan tulisan "Bakpao Arema" gitu. Mungkin kalian pernah melihatnya juga, biasanya ada tuh lewat-lewat kan di pinggir jalan. Meskipun aku ragu, bukannya bakpao dari Cina ya? Cina bukan sih? Maunya kan namanya "Bakpao Cina" gituh. Hm. Aku rasa.
Terkadang saat memakan makanan yang aku sukai, aku berpikir, "pasti menyenangkan kalau aku bisa membuatnya sendiri, jadi kapan pun aku ingin memakannya, aku tinggal membuatnya dengan mudah tanpa susah-susah keluar rumah untuk mencarinya". Akhirnya muncullah ide untuk belajar cara masak bakpao di dalam kepalaku yang hampa sunyi. Dengan antusias aku pun mendatangi ibuku minta dibimbing untuk membuatnya, tapi kemudian ibuku hanya bilang, "Ya, baiklah" dengan antusiasme yang jelas lebih rendah daripada aku. -_-
Sampai pada bagian membuat adonan, kebetulan saat itu ibuku sedang kehabisan ragi. Ibuku berpesan, dia mau mencarikan ragi dulu sekalian ke pasar. Tapi karena sudah tidak sabar menyicipi bagaimana rasa bakpao yang aku buat dengan kedua tanganku sendiri...
Dengan penuh inisiatif bodoh, aku pun melanjutkan proses pembuatan bakpaonya tanpa menunggu ragi yang mau ibuku beli di pasar sambil berpikir, "Memangnya apa yang mungkin salah, hanya satu bahan aja tuh, what can go wrong?"
Setelah bakpaonya selesai dikukus.. JENG JENG Itu sebuah kesalahan. -_- TERRIBLE MISTAKE! IT'S ABSOLUTELLY GO WRONG! Daripada bakpao, mungkin lebih tepatnya yang aku buat itu adalah tanah liat berwarna putih dengan isi kacang ijo. Saat aku coba pun rasanya keras dan saat masih panas bentuknya pun kenyal-kenyal menjijikan. Karena takut dimarahin ibuku karena sudah banyak menghabiskan bahan masakan untuk sebuah kegagalan, aku pun bertekat untuk menghabiskan semuanya. Perlahan tekat itu hilang dan diganti dengan sakit perut yang membuatku gagal menghabiskannya sebelum ibuku pulang. Aku ingat saat memakan kegagalanku itu.. rasanya seperti~
Entahlah, rasanya sulit dijelaskan dengan kata-kata. Benar-benar banyak yang aku pelajari hari itu, khususnya kenyataan bahwa adalah sebuah ketidakmungkinan memasak bakpao yang enak dan lembut tanpa ragi dan juga betapa tidak cocoknya aku berada di dapur. Padahal aku sempat berimpian mau jadi chef.
Ada kejadian yang membuatku terharu ketika ibuku pulang ke rumah dan melihat bagaimana anak lelaki satu-satunya ini gagal di dapur, dengan penuh inisiatif beliau langsung membuang kegagalanku dan membuatkan aku bakpao yang baru (kali ini dengan ragi). Aku tidak bisa menggambarkan betapa bahagianya aku ketika itu, mungkin saat memakan bakpao buatan ibuku itu aku mencucurkan air mata, air mata haru, malu, bahagia, galau, sedih, dan semua perasaan aneh lainnya.
Sekian dulu untuk cerita tentang bagaimana kiprahku di dunia masak memasak. FFFTTTT...
Sampai jumpa lagi.
kaya baca buku harian tema komedi, bikin ngakak,,,, hahaha
BalasHapusTerima kasih sudah menyiakan waktunya untuk membaca, mba. Hehe ^^b
Hapus