Sebuah Utas Puisi Rindu
Ruang itu mungkin sekarang sudah kosong dan berdebu,
cahaya mentari pun menembus jendelanya dengan sayu.
Berubah redup dari yang awalnya cerah menjadi kelabu.
Bunga matahari yang dulu mekar sekarang layu.
Air mata kering seiring waktu.
Senyuman dalam ingatan perlahan semu.
Suara lirih nyanyian malam nan sayu.
Kata-kata usang yang pernah membuat kita berdua tersipu.
Tidak akan pernah aku lupakan semua itu.
Tidak akan pernah aku lupakan semua itu.
Tersimpan rapi tak lekang oleh waktu.
Terkunci rapat di balik pintu.
Takdir kita hanya sampai bertemu,
Takdir kita hanya sampai bertemu,
seperti sepatu
yang berjalan searah namun tidak pernah memadu.
Setidaknya kita sama-sama masih punya harapan yang menunggu.
Mungkin sudah berlalu,
Mungkin sudah berlalu,
tapi, "selamat ulang tahun" untukmu.
Semoga Tuhan senantiasa menghiasi wajahmu
dengan senyuman secerah langit biru.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Sudah lama sekali tidak menulis puisi lagi. Lama sekali menahan uneg-uneg kata yang menumpuk di dalam kepala. Terkadang sanking lamanya menumpuk, akhirnya hilang termakan lupa. Aku mungkin memang harus punya sebuah note untuk semua puisi yang aku punya.
Aku orangnya perfeksionis, membuat puisi pun aku sangat berusaha untuk membuat sebuah rima sempurna. Meskipun terkadang terkesan dipaksakan, tapi rasa puas yang aku dapatkan pada akhirnya. Menyenangkan sekali dan melegakan.
Puisi ini aku rasa terinspirasi dari beberapa lagu yang sering aku dengarkan. Pertama ada lagunya Letto, Ruang Rindu, sebagai judulnya. Kemudian di penggalan puisi ini ada juga terinspirasi oleh lagunya Tulus, Sepatu.
Ke depannya aku ingin membuat podcast tentang puisi. Itu masih menjadi rencana kasar untuk masa depan sih, tapi aku ingin sekali bisa mencoba hal baru. Nantikan yaa.. 😉
0 Response to "Sebuah Utas Puisi Rindu"
Posting Komentar